Jurnal Bengkulu Mandiri

Membangun Bengkulu Menuju Budaya Riset

PERANAN HUTAN KOTA DALAM MENJAGA KESEIMBANGAN LINGKUNGAN November 13, 2009

Filed under: SDA & LH — Urip Santoso @ 3:53 am
Tags: , ,

Oleh : Doddy Irawan1)

 ABSTRAK

 Permasalahan lingkungan di perkotaan seakan tidak ada habisnya bahkan kian bertambah dari tahun ke tahun. Kota-kota besar di negara maju telah mengantisipasi permasalahan lingkungan sejak dini, antara lain dengan membangun ruang terbuka hijau berupa tanaman atau green park yang luasnya bisa mencapai puluhan hektar dalam satu lokasi. Di Indonesia, pembangunan struktur pada umunya tidak di ikuti dengan pembangunan ruang terbuka hijau, oleh karena itu permasalahan menjadi beban yang berat dan memberi dampak negatif pada masyarakat banyak. Walaupun ruang terbuka hijau pada kota-kota di Indonesia masih sangat terbatas, tidak berarti peluang memperbaiki ekosistem di perkotaan sudah tertutup. Masih banyak cara memperbaiki permasalahan lingkungan di perkotaan antara lain dengan menanam pohon di setiap sudut kota pada areal yang sangat sempit sekalipun. Pada tulisan ini disajikan hal-hal penting terkait dengan peranan hutan kota dalam menjaga keseimbangan ligkungan.

 Kata Kunci : Hutan Kota, Permasalahan Lingkungan, Manfaat Pohon

  1. I.       PENDAHULUAN

Pembangunan dan pengembangan hutan kota merupakan salah satu kebutuhan yang dirasakan mendesak oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan terwujudnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai sarana dalam mendukung hidup sehat yang ekonomis, aman, dan sekaligus memberikan pendidikan masyarakat dibidang pengelolaan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam. Pembangunan dan pengembangan hutan kota juga diharapkan dapat mendukung terwujudnya suatu hamparan hijau di wilayah kota yang dapat membantu memperbaiki dan menjaga iklim mikro, meningkatkan nilai estetika dan menyuplai daerah resapan air serta menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota.

Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau.  Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi,  serta prasarana dan saran perkotaan lainnya. Lingkungan perkotaan akhirnya hanya berkembang secara ekonomi, tetapi secara ekologi menurun. Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (meningkatnya kadar CO, ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor),  banjir, intrusi alir laut, kandungan logam berat tanah meningkat, dan menurunnya   permukaan air tanah.

 Secara umum  tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, merehabilitasi lahan kritis, mengelimininasi polutan, serta menciptakan keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan No. P.3/Menhut-V/2004, yang merupakan salah satu pedoman teknis dari Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Pembangunan hutan kota perlu disesuaikan dengan kondisi biofisik mencangkup aspek teknis termasuk lahan, jenis tamanan, teknologi, aspek ekologis, aspek keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota, serta kondisi ekonomis yanng berkaitan dengan biaya, manfaat, dan kondisi sosial budaya setempat.

  1. II.    KONSEP DAN FUNGSI HUTAN KOTA
  2. A.     Pengertian

Pengertian dan lingkup hutan kota menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-V/2004 bagian ke- enam.

1)      Hutan Kota itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamaparan  yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak,  yang ditetapkan sebagi hutan kota oleh  pejaabat yang berwenang. 

2)      Hutan kota

  1. Merupakan bagaian dari RTH (Ruang Terbuka Hijau)  sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/kota.
  2. Luas minimal adalah 0,25 hektar dalam satu hamparan yang kompak dan menyatu (hamparan yang menyatu) agar tercipta iklim mikro.
  3. Berada pada tanah negara atau tanah hak, sesuai persyaratan  dalam PP No. 63 tahun 2002.

Sementara Irwan (1997) menyebutkan bahwa Hutan Kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di dalam kota atau sekitarnya; berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk); struktur meniru hutan alam; membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi burung dan menimbulkan lingkugan sehat, suasana nyaman, sejuk dan estetis.

  1. B.     Bentuk dan Struktur

Bentuk hutan kota dapat berupa hutan kota bergerombol atau mengelompok pada suatau lokasi, yaitu hutan dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada areal yang telah ditentukan peruntukan dan luasnya. Berdasarkan peruntukannya hutan kota merupakan kombinasi antara aroretum atau tanaman hutan yang lebih bersifat koleksi, konservasi, dan menekankan unsur pendidikan dan ilmu pengetahuan serta taman rekreasi yang terdiri dari taman terbuka, taman bunga, taman buah dan taman air (danau,sungai atau pantai) yang lebih menekankan pada fungsi rekreasi.

Struktur hutan kota yang dibangun sebaiknya berupa hutan kota berstrata banyak, sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal maupun horizontal seperti halnya hutan alam. Struktur hutan kota yang demikian terdiri dari tumbuhan penutup lantai tanah atau rumput-rumputan, semak, terna, dan pohon-pohonan. Jenis-jenis penyusunnya beranekaragam dengan prinsip semakin beragam semakin dapat memenuhi fungsi-fungsi hutan. Hutan kota berstrata banyak juga paling efektif dalam menanggulangi masalah ligkungan kota seperti penurun suhu udara, peredam kebisingan, mengurangi debu, menjaga kelembaban udara, dan penangkal pencemaran udara.

Menurut PP RI No 63/2002 , tipe hutan kota   terdiri dari :

  1. Kawasan permukiman (hutan kota pemukiman);
  2. Kawasan industri (hutan kota industri)
  3. Rekreasi (hutan kota wisata);
  4. Pelestarian plasma nutfah (hutan kota khusus yaitu untuk  sangtuari satwa Burung, sarana pendidikan dan penelitian, koleksi plasma nutfah, hankam, tanaman obat dll
  5. Perlindungan (hutan kota khusus); dan
  6. Pengamanan (hutan kota konsevasi).

Menurut PP RI No 63/2002 , bentuk hutan kota   terdiri dari :

 (2) Bentuk hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :

a. jalur;

b. mengelompok; dan

c. menyebar.

  1. C.     Fungsi dan Manfaat

Fungsi dan manfaat hutan (hutan kota) antara lain untuk memberikan hasil, pencagaran flora dan fauna, pengendalian air tanah dan erosi, ameliorasi iklim. Jika hutan tersebut berada di dalam kota maka fungsi dan manfaat hutan antara lain menciptakan iklim mikro, engineering, arsitektural, estetika, modifikasi suhu, peresapan air hujan, perlindungan angin dan udara, pengendalian polusi udara, pengelolaan limbah dan memperkecil pantulan sinar matahari, pengendalian erosi tanah, mengurangi aliran permukaan, mengikat tanah. Konstruksi vegetasi dapat mengatur keseimbangan air dengan cara intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi.

Menurut PP RI No. 63 Tahun 2002 , fungsi hutan kota adalah :
a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
b. meresapkan air;
c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan
d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

            Menurut PP RI No 63/2002 , manfaat  hutan kota   diarahkan untuk (selama tidak menggangu funginya):

a. pariwisata alam, rekreasi kota, dan atau olah raga;
b. penelitian dan pengembangan;
c. pendidikan;
d. pelestarian plasma nutfah; dan atau
e. budidaya hasil hutan bukan kayu.

Jenis-jenis manfaat atau fungsi hutan kota :

1.    Penyerapan partikel limbah

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986). Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini : glodogan (Polyalthea longifolia) keben (Barringtonia asiatica) dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara.

2.    Penyerap CO2 dan penghasil O2

Pepohonan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.

Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus benyamina).

  1. Penyerap dan Penjerap Debu Semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

Studi ketahanan dan kemampuan dari 11 jenis akan yaitu : mahoni (Swietenia macrophylla), bisbul (Diospyrosdiscolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorealeprosula), kere payung (Filicium decipiens), kayu hitam (Diospyros clebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsea roxburghii) dan sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Hasil penelitian ini menunjukkan, tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota di kawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kere payung dan kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990).

  1. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting.

Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.

  1. Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.

  1. Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1981).

Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.

  1. Penyerap Karbon Monoksida

Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975).

Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981). mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

  1. Tanaman Penyerap/Penepis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain : Cempaka (Michelia champaka) dan tanjung (Mimusops elengi), Pandanus op (pandan), Murraya paniculata (kemuning), Mimisops elengi (tanjung).

  1. Tanaman Untuk Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.

Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya adalah : nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthes falcataria), Acacia vilosa, Indigofera galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucanea glauca).

10.  Tanaman Untuk Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Irawati, 1991). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat.

Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.

Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.

Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang rendah antara lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa (Cocos nucifera).

  1. Ameliorasi Iklim

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983).

Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Koto (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:

  1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan kelembaban 66-92%.
  2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78%.
  3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 62-78%.

Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, hutan memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.

12.  Tanaman pengaman pantai dari abrasi

Kota-kota yang terletak di tepi pantai pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut.  Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:

  1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami kematian.
  2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan meningkat. Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air asin, malah sebaliknya akan memperburuk keadaannya.

Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Contoh tanamannya antara lain : Mangrove, Avicinnea,Brugiera, dan Nipah.

13.  Produksi Terbatas

Hutan kota berfungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta (Pikiran Rakyat, 18-3-1991). Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi/kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung diambil bunganya. Buah sawo, kawista, pala, lengkeng, duku, asem, menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan gizi dan kesehatan warga kota.

14.  Penapis Cahaya Silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi.

Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya.

15.  Meningkatkan Keindahan

Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.

Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap manusia.

Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan benda-benda buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan yang nuansa (bergradasi lembut).

Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti : tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya hutan kota sebagai tabir penyekat di sana.

16. Sebagai Habitat Burung

Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.

Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain (Hernowo dan Prasetyo, 1989) :

  1. Membantu mengendalikan serangga hama,
  2. Membantu proses penyerbukan bunga,
  3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi,
  4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan,
  5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,
  6. Sebagai sumber plasma nutfah,
  7. Objek untuk pendidikan dan penelitian.

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya.

Menurut Ballen (1989), beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung  antara  lain :

  1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F. benjamina, F. variegata, dan F. glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.).
  2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yangtengah berbunga antara lain : betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.
  3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.
  4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.
  5. Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti : burung cacing (Cyornis banyumas), celepuk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipidura javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscopus superciliaris) bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

17.  Mengurangi Stress

Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida (Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota.

Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.

18.   Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi

Hutan kota berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan kota selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.

19.   Meningkatkan Industri Pariwisata

Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor yang berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun manca-negara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan hutan kota yang unik, indah dan menawan.

20.  Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang

Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja.

III.   ZONASI HUTAN KOTA

Plasma nutfah merupakan bahan baku penting untuk pembangunan pada masa depan di biadang pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi idonesia di masa depan. Karena itu hutan kota dapat dijadikan tempat koleksi keanekaragaman hayati. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai kawasan pelestarian di luar kawasan konservasi. Pengelompokan jenis pohon pada hutan kota sebagai bentuk pelestarian plasma nutfah ex-situ dapat dibangun dalam bentuk zonasi atau blok tanaman sesuai fungsi fisiknya.

Pembagian zonasi tersebut adalah :

  1. Zona Jalur Hijau

Jalur hijau dapat dirancang disekeliling kawasan hutan kota dengan lebar 50 meter, yang terbagi dalam dua jalur. Jalur dari arah tepi sungai selebar 20 meter ditanami jenis pohon yang dapat tumbuh pada tanah yang terpengaruh air laut. Jalur ini dimaksudkan sebagai penahan erosi, abrasi, dan penahan angin. Jalur berikutnya dari 20-50 meter ditanami jenis tanaman campuran yang sesuai dengan jenis serta berfungsi sebagai habitat.

  1. Zona Arboretum

Zona ini dimaksudkan untuk memberikan pengayaan jenis hutan kota dengan fungsi pelestarian jenis, keragaman habitat serta manfaat dan fungsi hutan kota. Zona arboretum dibuat berblok-blok berdasarkan jenis komoditi yang hendak dikembangkan sebagai percontohan atau sumber benih. Blok yang dimaksud terdiri dari :

  1. Blok buah-buahan; menanam tanaman buah-buahan asli yang sulit didapat di kota atau di pedesaan di sekitar kota. Komposisi jenis yang ditanaman disesuaikan dengan tipe atau model tajuk serta tinggi optimal yang dapat dicapai oleh tanaman. Pengaturan jarak tanam atau jenis seperti ini dapat memperluas habitat melalui stratifikasi tajuk, seperti habitat burung.
  2. Blok tanaman pohon yang mengandung khasiat atau bahan baku obat-obatan; penanaman dan jarak tanamnya juga memperhatikan model tajuk dan tinggi tanaman seperti blok buah-buahan.
  3. Blok tanaman kayu; tanaman pohon peghasil kayu yang umum ditanam masyarakat pedesaan atau jenis-jenis yang umum dikembanngkan di hutan rakyat, seperti kayu surian (Toona sureni).
  4. Blok tanaman campuran; jenis pohon yang ditaman merupakan campuran antara ketiga blok di atas. Jarak tanam dan tinggi tetap memperhitungkan keragaman stratifikasi sebagai habitat burung, mamalia kecil, dan serangga.
  5. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Tanaman pohon yang dikembangkan terdiri dari jenis pohon yang bertajuk lebar sebagai peneduh dengan akar yang kokoh sehingga tahan terhadap angin yang kencang. Selain itu sebagai habitat perlu keserasian komposisi model tajuk dan tinggi pohon agar memudahkan pengamatan terhadap satwa burung pendatang sebagai objek wisata.

  1. Zona Taman Bunga

Pada areal ini ditanam beberapa jenis pohon bunga yanng bernilai ekonomis atau bunga-bunga asli yang sudah kurang mendapat perhatian untuk pengembangannya dengan tajuk rindang dan melebar. Penanaman pohon ini disesuaikan dengan posisi dan blok tanaman bunga yang hendak dikembangkan, menyangkut pengaturan cahaya, angin dan hujan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bunga.

IV.   PEMELIHARAAN, PERLINDUNGAN/PENGAMANAN  HUTAN KOTA

                Pemeliharaan hutan kota  dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh, diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh. Pada dasarnya pemeliharaan termasuk didalamnya perlindungan dan pengamanannya. 

a)      Pemeliharaan

                Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan rutin perlu dilaksanakan secara terus menerus. Pemeliharaan harus dibuatkan perencanaan yang matang, menurut tahapan pertumbuhan tanaman dan sesuai dengan sifat-sifat tanaman dan fungsinya. Oleh karena itu rencana pemeliharaan tanaman perlu dibuat tersendiri dan bersifat teknis operasional. Pada dasarnya pemeliharaan hutan dapat dilakukan secara minimal jika hutan kota tersebut telah terbangun atau terbentuk. Masalah utama pada hutan kota yang telah terbangun adalah kekeringan pada musim kemarau. Jadi,  pemeliharaan utama  hutan kota adalah penyiraman.

                Pemeliharaan penting pada pembangunan hutan kota adalah pada saat tanaman berumur kurang dari dua tahun.

  1. Pemeliharaan tahun berjalan

            Meliputi kegiatan pemupukan (pupuk organik dan an organik), penyiangan, penyulaman, pendaringan/penjarangan, pengendalaian hama penyakit. Penyulaman tahun berjalan untuk mengganti tanaman yang mati/tidak tumbuh normal sebanayak maksimum 10 persen (40 batang bibit)

  1. Pemeliharaan tahun pertama dan kedua

Pemeliharaan tahun pertama  dapat dilakukan apabila prosentase  tumbuh pohon diatas 55 persen dan tahun  kedua apabila prosentase tumbuh diatas 75 persen.

Rencana pemeliharaan tanaman meliputi teknik penyulaman, pemupukan, penyiraman, pemangkasan, penyiangan, serta perlindungan penyakit dan hama tanaman.

  • Penyulaman

Untuk mengganti tanaman yang mati setelah penanaman, perlu dilakukan penyulaman sehingga tidak terlihat adanya sebagian lahan yang terbuka karena tanamannya mati. Penyulaman dapat dilakukan paling lambat satu bulan setelah penanaman sehingga variasi pertumbuhan tinggi tidak terlalu jauh berbeda, sebeb apabila berbeda tinggi tanaman akan terlihat tidak seragam. Tanaman yang ditemukan mati dapat diberi tanda pada ujunng ajir tanaman tersebut agar pelaksanaan penyulaman dapat dengan mudah dilakukan tanpa harus mencari-cari tempat tanaman yang mati. Jika jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis tanaman yang memerlukan cahaya penuh dalam proses pertumbuhannya, maka perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara rutin.

  • Pemupukan

Kegiatan pemumukan dilakukan untuk membantu mempercepat pertumbuhan tanaman. Kegiatan pemupukan pertama kali dilakukan pada saat tanaman ditanam dengan menggunakan pupuk kompos kemudian dilanjutkan setelah tanaman berumur satu bulan, dengan pupuk organik. Bagi tanaman yang tumbuhnya tidak normal/kerdil perlu dipupuk dengan dosis pupuk yang lebih tinggi. Sistem pemberian pupuk anorganik pada tanaman dilakukan dengan menempatkannya ke dalam dua lubang yang dibuat di luar jalur dengan menggunakan tugal di sebelah kiri-kanan setiap tanaman.

  • Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk memberikan ruang tumbuh dan menghilangkan persaingan dengan tumbuhan penggangu atau gulma yang tumbuh di sekitar batang sehingga tanaman pokok dapat hidup dan tumbuh lebih baik.

Adapun cara-cara dan waktu pelaksanaan penyiangan :

  1. Penyiangan melingkar dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan dengan pertimbangan bahwa vegetasi yang tumbuh di sekitar tanaman sudah cukup banyak dan sudah mengganggu tanaman pokok.
  2. Penyiangan sistem jalur digunakan di kawasan RTH bagi tanaman dengan jarak tanam rapat yaitu dengan cara melakukan pembabatan gulma sepanjang jalur tanaman selebar dua meter dan dilakukan satu bulan setelah penanaman. Penyiangan dengan cara ini diulangi lagi setiap dua bulan dan demikian seterusnya hingga tajuk tanaman pokok menutupi lantai tanah.
  3. Penyiangan sitem total dilakukan satu tahun sekali setelah tanaman berumur satu bulan dengan pertimbangan bahwa kondisi gulma sudah cukup lebat dan rata-rata sudah mencapai setengah tinggi tanaman pokok, sehingga dengan dilakukan penyiangan menggunakan cara ini pertumbuhan tanaman pokok akan lebih leluasa baik pertumbuhan diameter maupun percabangannya. Penyiangan perlu dilakukan setiap bulan sampai tanaman pokok dapat tumbuh stabil.

b)  Perlindungan/pengamanan Hutan Kota

Mengingat bahwa di beberapa kawasan letak hutan kota berdekatan dengan pemukiman penduduk, maka ternak-ternak yang digembalakan secara tidak terkendali sering mengganggu tanaman, misalnya memakan pucuk/tunas muda. Untuk menanggulangi ini perlu dilakukan pendekatan dengan memberikan penyuluhan kepada penduduk di sekitar hutan kota tentang tujuan pembangunan hutan kota sehingga diharapkan timbulnya kesadaran dan pengertian dari penduduk sekitar untuk tidak lagi mengembalakan atau melepas ternaknya ke dalam lokasi hutan kota.

Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana bertujuan untuk menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap berfungsi secara optimal. Perlindungan dan pengamanan hutan kota dapat dilakukan melalui upaya :

a.  pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan;

b. pencegahan dan penanggulangan pencurian fauna dan flora;

c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan

d. pengendalian dan penanggulangan hama dan penyakit.

Pemerintah setempat perlu membuat dan mesosialisasikan peraturan kepada setiap orang tentang larangan melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota seperti :

  1. membakar hutan kota;
  2. merambah hutan kota;
  3. menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
  4. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan
  5. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.

c)      Pengendalian Hama dan Penyakit

Apabila serangan hama dan penyakit tidak tercegah secara cepat maka akan menimbulkan kerusakan tanaman yang serius. Pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit adalah sebagai berikut :

  1. Secara biologis yaitu memberikan serangga pemakan (predator) pada saat tanaman terserang hama atau dengan cara melakukan penanaman jenis secara campuran.
  2. Secara kimiawi yaitu dengan cara melakukan penyemprotan pohon dengan isektisida dan fungisida.
  3. Secara mekanis yaitu dengan cara memotong atau menebang tanaman yang terkena serangga yang kemudian dibakar.

d)      Pencegah Kebakaran

Api merupakan masalah paling serius dan dapat mengancam tanaman yang sudah dibangun, terlebih lagi jika tanaman ini berlokasi di lahan alang-alang. Sebagai usaha mencegah terjadinya kebakaran perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Membentuk tim untuk mengadakan penjagaan secara bergantian baik siang dan malam dengan cara megadakan pengawasan dari menara pengawas sehingga apabila ada api di luar areal tanaman dapat lebih dahulu diketahui dan sebelum merambat masuk ke dalam areal tanaman hutan dapat dilakukan pencegahan.
  2. Melalui pendekatan hukum. Faktor penyebab kebakaran sebagian besar disebakan oleh manusia, maka dalam pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan pendekatan kepada masyarakat yang didasarkan atas landasan hukum yang berlaku.
  3. Pendekatan silvikultur dapat dilaksanakan melalui beberapa aspek yaitu dalam teknik penanaman, pemeliharaan jenis tanaman, dan pembuatan sekat bakar.

V.   KESIMPULAN

  1. Masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) dukungan dari penentu kebijakan, (2) dukungan finansial, (3) dukungan masyarakat, dan (4) tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu disempurnakan secara sungguh-sungguh.
  2. Sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, design dan penataan hutan kota perlu disesuaikan dengan berbagai lingkungan perkotaan seperti perkantoran, pemukiman, jalan raya, ruang terbuka hijau, dan areal wisata dalam bentuk design engineering.
  3. Berdasarkan fungsi dan manfaatnya, pemilihan jenis pohon, komposisi jenis yang membentuk strata tajuk tertentu akan berfungsi sebagai habitat sehingga diperlukan pula teknik pemeliharaan, pembentukan pohon, dan upaya perlindungan.
  4. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan tentang pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih, nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen pelengkap dalam mewujudkan kemajuan, ketahanan dan masa depan bangsa Indonesia.
  5. Mengingat pentingnya fungsi hutan kota ke depan, diperlukan program yang terarah serta kelembagaan pengelolaan terpadu yang mapan.

 DAFTAR PUSTAKA

 Badan Litbang Kehutanan. 2006. Design Engineering Hutan Kota Delta Malvinas Kota Padang. Kerjasama Badan Litbang Kehutanan dengan Pemerintah Kota Padang.

 Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Kerjasama IPB dan APHI.

 Fakuara, Y. 1982. Hutan Kota Untuk Ditinjau dari Apek Nasional. Seminar Hutan Kota DKI Jakarta.

 Grey, G.W. dan F.I. Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons.

 Gunawan, H. 1996. Hutan Tanaman Industri dan Konservasi Biodiversitas. Prosiding Seminar Sehari Strategi Pembangunan HTI di Sulawesi.

 Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4) :61-71.

 Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia IV. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

 Irawati, R. 1991. Studi Pemilihan 10 Jenis Tanaman untuk Pengembangan Hutan Perkotaan di Kawasan Pabrik Semen. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

 Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. CIDES. PT. Pustaka CIDESINDO.

 Koto, E.1991. Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

 Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Diktat. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

 Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

Robinette, J. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation. Van Nostrand Reinhold Co. New York.

 Samsoedin, I. 1997. Potential Indigenous Plants for Urban Areas. Workshop on Biodiversity Conservation & Utilization Present Status & Future Directions. Indonesia-Malaysia, Joint Working Committee on Forestry, Kuala Lumpur.

 Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. 1998. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Wahan Pegembangan Keanekaragaman Puspa dan Satwa di Perkotaan. Jakarta.

 Smith, W.H. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction Between Air Contaminants and Forest Ecosystems. Springer-Verlag. New York.

 Soemarwoto, 1985. Forest and Air Quality. J. Forestry. February, 1985:84-92.

Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota. Kompas 11 Juli 1991.

 

3 Responses to “PERANAN HUTAN KOTA DALAM MENJAGA KESEIMBANGAN LINGKUNGAN”

  1. Prasetyo Says:

    Salam kenal,
    Saya sdg mencari jurnal yg dulu pernah saya tulis di media konservasi. Ternyata tersitasi di tulisan anda. Apakah bisa mendapatkan scan/soft kopinya ? berikut jurnal yang saya cari.

    Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4) :61-71.

    Terima kasih
    Lilik Budi Prasetyo

  2. setuju dengan adanya artikel ini yang sangat bermanfaa sekali

  3. hotel murah Says:

    Good way of explaining, and nice paragraph to take information on the topic of my presentation topic, which i am going to convey in college.


Leave a reply to kata kata indah Cancel reply